A. UMUM
Proses peningkatan kualitas
pendidikan diawali peningkatan kualitas kompetensi guru sebagai ujung tombak
pendidikan. Peningkatan kualitas kompetensi guru merupakan upaya yang dilakukan
pemerintah melalui pendidikan dan latihan dan peningkatan kesejahteraan serta
upaya perbaikan mandiri oleh guru yang bersangkutan. Upaya peningkatan
kompetensi secara mandiri diawali dari pengetahuan guru tentang sejauh mana
kompetensi yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan, oleh karena itulah perlu
adanya evaluasi terhadap guru yang bersangkutan yang dinamakan Evaluasi Diri
Kompetensi Guru Mata Pelajaran SMP.
Istilah evaluasi memiliki dua
makna yaitu mengukur dan menilai. Mengukur adalah membandingkan kemampuan yang
dimiliki dengan kemampuan standar yang seharusnya dimilik (sifatnya
kuantitatif). Sementara itu menilai berkaitan dengan keputusan hasil pengukuran
yaitu bersifat baik, buruk, sedang, sangat baik ataupun kurang (sifatnya
kualitatif). Dengan demikian maka evaluasi diri merupakan proses pengukuran dan
penilaian terhadap kompetensi yang dimiliki dan membandingkannya dengan kompetensi
yang menjadi standar, hasinya guru dapat menyimpulkan secara pribadi sejauh
mana kompetensi yang dimiliki serta berupaya untuk meningkatkannya.
Pada dasarnya guru dalam
melaksanakan pembelajaran sudah berdasarkan standar kompetensi yang harus
dimiliki. Namun untuk sekedar bersama-sama mengingatkan kemampuan tersebut mari
kita telaah kembali tentang kompetensi yang harus kita miliki, terutama
kompetensi Pedagogik dan professional. Meskipun demikian tulisan ini sekedar mengingatkan
kembali, sekiranya masih terdapat banyak kekurangan ataupun kelemahan baik dari
segi kontens (isi) maupun segi pemaparannya (gaya dan tata bahasa), dengan
lapang dada, kami akan menerima masukan-masukan demi perbaikan dan peningkatan
kualitas pembelajaran. Pemaparan ini sebagai bahan untuk diskusi ataupun
pembicaraan lebih lanjut, demi peningkatan kompetensi guru sebagai sarana untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
Mudah-mudahan tulisan ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dalam upaya meningkatkan kualitas
pembelajaran dan kompetensi, dan umumnya bagi semua guru yang memiliki rasa
tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
B. KHUSUS
1. Kompetensi Pedagogik dan Profesional
Kompetensi
merupakan seperangkat pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Pedagogik merupakan
pengelolaan pembelajaran peserta didik. jadi kompetensi pedagogik ini
berhubungan dengan kemampuan mengelola pembelajaran yang dilihat dari kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau
mengelola proses belajar mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian.
Beberapa
pengertian yang berkaitan dengan professional.
Profesi
merupakan suatu jabatan atau pekerjaan yang menuntut keahlian atau keterampilan
dari pelakunya.
Profesional
adalah orang yang menyandang suatu jabatan atau pekerjaan yang dilakukan dengan
keahlian atau keterampilan yang tinggi. Hal ini juga pengaruh terhadap
penampilan atau performance seseorang dalam melakukan pekerjaan di profesinya.
Profesionalisme
merupakan komitmen para anggota suatu profesi untuk meningkatkan kemampuannya
secara terus menerus.
Profesionalisasi
adalah proses atau perjalanan waktu yang membuat seseorang atau kelompok orang
menjadi profesional.
Profesionalitas
merupakan sikap para anggota profesi benar2 menguasai, sungguh2
kepada profesinya.
Dari
pengertian tersebut maka kompetensi profesional dapat diartikan kemampuan yang
dimiliki seseorang berdasarkan keilmuan yang diterapkan dan dilaksanakan pada
jabatan atau pekerjaan sesuai dengan keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya.
2. Teori Belajar
1. Teori
Klasik (sebelum abad 20) dikembangkan tanpa eksperimen dan berdasar pada
filosof/spekulatif
a. Teori
disiplin mental (berasal Psikologi Daya)
setiap individu
memiliki daya mental (pikiran, ingatan, perhatian, tanggapan dsb, kemampuan
tersebut akan meningkat apabila dilakukan latihan. Belajar berarti melatih daya
(Theistik dan humanistic)
b. teori
pengembangan alamiah/naturalis/aktualisasi diri.
Daya/kemampuan/potensi yang
dimilik anak akan berkembang dengan sendirinya bukan karena dilatih,
guru/pendidik perlu menciptakan suasana yang rileks, kondusif agar anak
berkembang .
c. apersepsi
(psikologi struktur/herbatisme)
manusia merupakan suatu struktur
yang bias berubah dan bertambah jika belajar. Penambahan tersebut karena
terasosiasinya struktur yang sudah ada dengan hal yang dipelajari sehingga
membentuk struktur baru.
2.
Teori belajar abad 20
Beberapa teori belajar abad ke-20 diantaranya:
behaviorisme, belajar kognitif menurut Piaget, pemrosesan informasi dari Gagne,
dan teori belajar gestalt
Teori Behaviorisme
Behaviorisme merupakan salah satu aliran
psikologi yang memandang individu hanya dari sisi fenomena jasmaniah, dan
mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak mengakui
adanya kecerdasan, bakat, minat dan perasaan individu dalam suatu belajar.
Peristiwa belajar semata-mata melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga
menjadi kebiasaan yang dikuasai individu. Beberapa hukum belajar yang
dihasilkan dari pendekatan behaviorisme ini, diantaranya :
1. Connectionism ( S-R
Bond) menurut Thorndike.
Dari eksperimen yang dilakukan Thorndike terhadap kucing
menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya:
· Law
of Effect; artinya bahwa jika sebuah respons menghasilkan efek yang
memuaskan, maka hubungan Stimulus – Respons akan semakin kuat. Sebaliknya,
semakin tidak memuaskan efek yang dicapai respons, maka semakin lemah pula
hubungan yang terjadi antara Stimulus- Respons.
· Law
of Readiness; artinya bahwa kesiapan mengacu pada asumsi bahwa kepuasan
organisme itu berasal dari pemdayagunaan satuan pengantar (conduction unit),
dimana unit-unit ini menimbulkan kecenderungan yang mendorong organisme untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
·
Law of Exercise; artinya bahwa hubungan
antara Stimulus dengan Respons akan semakin bertambah erat, jika sering dilatih
dan akan semakin berkurang apabila jarang atau tidak dilatih.
2. Classical Conditioning
menurut Ivan Pavlov
Dari eksperimen yang dilakukan Pavlov
terhadap seekor anjing menghasilkan hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of Respondent Conditioning yakni
hukum pembiasaan yang dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai reinforcer), maka refleks dan
stimulus lainnya akan meningkat.
·
Law of Respondent Extinction yakni
hukum pemusnahan yang dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui Respondent
conditioning itu didatangkan kembali tanpa menghadirkan reinforcer, maka
kekuatannya akan menurun.
3. Operant Conditioning
menurut B.F. Skinner
Dari eksperimen yang dilakukan B.F.
Skinner terhadap tikus dan selanjutnya terhadap burung merpati menghasilkan
hukum-hukum belajar, diantaranya :
·
Law of operant conditining yaitu jika
timbulnya perilaku diiringi dengan stimulus penguat, maka kekuatan perilaku
tersebut akan meningkat.
·
Law of operant extinction yaitu jika
timbulnya perilaku operant telah diperkuat melalui proses conditioning itu
tidak diiringi stimulus penguat, maka kekuatan perilaku tersebut akan menurun
bahkan musnah.
Reber (Muhibin Syah, 2003)
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan operant adalah sejumlah
perilaku yang membawa efek yang sama terhadap lingkungan. Respons dalam operant
conditioning terjadi tanpa didahului oleh stimulus, melainkan oleh efek yang
ditimbulkan oleh reinforcer. Reinforcer itu sendiri pada dasarnya
adalah stimulus yang meningkatkan kemungkinan timbulnya sejumlah respons
tertentu, namun tidak sengaja diadakan sebagai pasangan stimulus lainnya
seperti dalam classical conditioning.
4. Social Learning
menurut Albert Bandura
Teori belajar sosial atau disebut
juga teori observational learning adalah sebuah teori belajar yang
relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar lainnya. Berbeda
dengan penganut Behaviorisme lainnya, Bandura memandang Perilaku individu tidak
semata-mata refleks otomatis atas stimulus (S-R Bond), melainkan juga akibat
reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema
kognitif individu itu sendiri. Prinsip dasar belajar menurut teori ini, bahwa
yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral terjadi
melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui
pemberian reward dan punishment, seorang individu akan
berfikir dan memutuskan perilaku sosial mana yang perlu dilakukan.
Sebetulnya masih banyak tokoh-tokoh
lain yang mengembangkan teori belajar behavioristik ini, seperti : Watson yang
menghasilkan prinsip kekerapan dan prinsip kebaruan, Guthrie dengan teorinya
yang disebut Contiguity Theory yang menghasilkan Metode Ambang (the
treshold method), metode meletihkan (The Fatigue Method) dan
Metode rangsangan tak serasi (The Incompatible Response Method),
Miller dan Dollard dengan teori pengurangan dorongan.
Teori Belajar Kognitif
menurut Piaget
Piaget merupakan salah seorang tokoh
yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan
pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan
kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut
Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory
motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan
(4) formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses
rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton
(2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person
takes material into their mind from the environment, which may mean changing
the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the
difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”
Dikemukakannya pula, bahwa belajar
akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan
eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman
sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak
memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan. Implikasi
teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1.
Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang
dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak.
2.
Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat
menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3.
Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan
baru tetapi tidak asing.
4.
Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap
perkembangannya.
5.
Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang
untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Teori Pemrosesan Informasi
dari Robert Gagne
Asumsi yang mendasari teori ini
adalah bahwa pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting dalam
perkembangan. Perkembangan merupakan hasil kumulatif dari pembelajaran. Menurut
Gagne bahwa dalam pembelajaran terjadi proses penerimaan informasi, untuk
kemudian diolah sehingga menghasilkan keluaran dalam bentuk hasil belajar. Dalam
pemrosesan informasi terjadi adanya interaksi antara kondisi-kondisi internal
dan kondisi-kondisi eksternal individu. Kondisi internal yaitu keadaan dalam
diri individu yang diperlukan untuk mencapai hasil belajar dan proses kognitif
yang terjadi dalam individu. Sedangkan kondisi eksternal adalah rangsangan dari
lingkungan yang mempengaruhi individu dalam proses pembelajaran.
Menurut Gagne tahapan proses
pembelajaran meliputi delapan fase yaitu, (1) motivasi; (2) pemahaman; (3)
pemerolehan; (4) penyimpanan; (5) ingatan kembali; (6) generalisasi; (7)
perlakuan dan (8) umpan balik.
Teori Belajar Gestalt
Gestalt berasal dari bahasa Jerman
yang mempunyai padanan arti sebagai “bentuk atau konfigurasi”. Pokok pandangan
Gestalt adalah bahwa obyek atau peristiwa tertentu akan dipandang sebagai
sesuatu keseluruhan yang terorganisasikan. Menurut Koffka dan Kohler, ada tujuh
prinsip organisasi yang terpenting yaitu :
1.
Hubungan bentuk dan latar (figure and gound
relationship); yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat
dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu
obyek seperti ukuran, potongan, warna dan sebagainya membedakan figure dari
latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, maka akan terjadi
kekaburan penafsiran antara latar dan figure.
2.
Kedekatan (proxmity); bahwa unsur-unsur yang
saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan
dipandang sebagai satu bentuk tertentu.
3.
Kesamaan (similarity); bahwa sesuatu yang
memiliki kesamaan cenderung akan dipandang sebagai suatu obyek yang saling
memiliki.
4.
Arah bersama (common direction); bahwa
unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan
dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu.
5.
Kesederhanaan (simplicity); bahwa orang
cenderung menata bidang pengamatannya bentuk yang sederhana, penampilan reguler
dan cenderung membentuk keseluruhan yang baik berdasarkan susunan simetris dan
keteraturan; dan
6.
Ketertutupan (closure) bahwa orang cenderung
akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.
V vTeori Konstruktivisme (perkembangan
intelektual atau perkembangan kognitif)
pengetahuan
tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi
adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan, akomodasi adalah
menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi baru, sehingga
informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133). Pengertian tentang
akomodasi yang lain adalah proses mental yang meliputi pembentukan
skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau memodifikasi skema yang sudah
ada sehingga cocok dengan rangsangan itu (Suparno, 1996: 7).
Hakikat Anak Menurut Pandangan Teori Belajar
Konstruktivisme
Salah satu
teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Selanjutnya,
Piaget yang dikenal sebagai konstruktivis pertama (Dahar, 1989: 159) menegaskan
bahwa pengetahuan tersebut dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan
akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran. Sedangkan,
akomodasi adalah menyusun kembali struktur pikiran karena adanya informasi
baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi 1988: 133).
Pengertian tentang akomodasi yang lain adalah proses mental yang
meliputi pembentukan skema baru yang cocok dengan ransangan baru atau
memodifikasi skema yang sudah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu
(Suparno, 1996: 7).
Lebih jauh
Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak
bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan
lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses
berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan
(Poedjiadi, 1999: 61).
Dari pandangan
Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap
tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda
berdasarkan kematangan intelektual anak. Berkaitan dengan anak dan lingkungan
belajarnya menurut pandangan konstruktivisme, Driver dan Bell (dalam Susan,
Marilyn dan Tony, 1995: 222) mengajukan karakteristik sebagai berikut:
(1) siswa
tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki tujuan,
(2) belajar
mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan siswa,
(3)
pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan dikonstruksi secara
personal,
(4)
pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan
situasi kelas,
(5) kurikulum
bukanlah sekedar dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan
sumber.
Pandangan
tentang anak dari kalangan konstruktivistik yang lebih mutakhir yang
dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget menyatakan bahwa ilmu
pengetahuan dibangun dalam pikiran seorang anak dengan kegiatan asimilasi dan
akomodasi sesuai dengan skemata yang dimilikinya. Belajar merupakan
proses aktif untuk mengembangkan skemata sehingga pengetahuan terkait bagaikan
jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis (Hudoyo, 1998: 5).
Dari
pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu aktivitas yang
berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri pebelajar dengan
faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan tingkah laku.
Berikut adalah
tiga dalil pokok Piaget dalam kaitannya dengan tahap perkembangan intelektual
atau tahap perkembangan kognitif atau biasa juga disebut tahap perkembagan
mental. Ruseffendi (1988: 133) mengemukakan;
(1)
perkembangan intelektual terjadi melalui tahap-tahap beruntun yang selalu
terjadi dengan urutan yang sama. Maksudnya, setiap manusia akan mengalami
urutan-urutan tersebut dan dengan urutan yang sama,
(2)
tahap-tahap tersebut didefinisikan sebagai suatu cluster dari operasi
mental (pengurutan, pengekalan, pengelompokan, pembuatan hipotesis dan
penarikan kesimpulan) yang menunjukkan adanya tingkah laku intelektual dan
(3) gerak
melalui tahap-tahap tersebut dilengkapi oleh keseimbangan (equilibration),
proses pengembangan yang menguraikan tentang interaksi antara pengalaman
(asimilasi) dan struktur kognitif yang timbul (akomodasi).
Berbeda dengan
kontruktivisme kognitif ala Piaget, konstruktivisme sosial yang
dikembangkan oleh Vigotsky adalah bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam
interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery
dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang
(Poedjiadi, 1999: 62). Dalam penjelasan lain Tanjung (1998: 7) mengatakan bahwa
inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal
yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.
Adapun
implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi,
1999: 63) adalah sebagai berikut:
(1) tujuan
pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individu
atau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi,
(2) kurikulum
dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan
pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan
menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari dan
(3) peserta
didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi
dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang
membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri
peserta didik.
Hakikat Pembelajaran Menurut Teori Belajar
Konstruktivisme
Sebagaimana
telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme, pengertahuan
tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa.
Artinya, bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur
pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata
lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan
berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak guru.
Sehubungan
dengan hal di atas, Tasker (1992: 30) mengemukakan tiga penekanan dalam teori
belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingya membuat
kaitan antara gagasan dalam pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah
mengaitkan antara gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Wheatley
(1991: 12) mendukung pendapat di atas dengan mengajukan dua prinsip utama dalam
pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak
dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Kedua
pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara
aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4)
mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar
itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk
mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang
akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain
penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya
dengan pembelajaran, yaitu:
(1) siswa
mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki,
(2)
pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti,
(3) strategi
siswa lebih bernilai, dan
(4) siswa
mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu
pengetahuan dengan temannya.
Dalam upaya
mengimplementasikan teori belajar konstruktivisme, Tytler (1996: 20) mengajukan
beberapa saran yang berkaitan dengan rancangan pembelajaran, sebagai berikut:
(1) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya dengan bahasa sendiri,
(2) memberi
kesempatan kepada siswa untuk berfikir tentang pengalamannya sehingga menjadi
lebih kreatif dan imajinatif,
(3) memberi
kesempatan kepada siswa untuk mencoba gagasan baru,
(4) memberi
pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa,
(5) mendorong
siswa untuk memikirkan perubahan gagasan mereka, dan
(6)
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif.
Dari beberapa
pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran yang mengacu kepada
teori belajar konstruktivisme lebih menfokuskan pada kesuksesan siswa dalam
mengorganisasikan pengalaman mereka. Bukan kepatuhan siswa dalam refleksi atas
apa yang telah diperintahkan dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, siswa
lebih diutamakan untuk mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka melalui asimilasi
dan akomodasi.
- Prinsip Pembelajaran
Tugas guru mengelola pengajaran dengan lebih baik,
efektif, dinamis, efisien, ditandai dengan keterlibatan peserta didik secara
aktif, mengalami, serta memperoleh perubahan diri dalam pengajaran. Ada
beberapa prinsip pengajaran diantaranya adalah:
1.
Prinsip Aktivitas
Pengalaman belajar yang baik hanya bisa didapat
bila peserta didik mau mengaktifkan dirinya sendiri dengan bereaksi terhadap
lingkungan. Belajar yang berhasil mesti melalui berbagai macam aktivitas, baik
aktivitas fisik maupun aktivitas psikis. Aktifitas fisik adalah peserta didik
giat dan aktif dengan anggota badan. Dalam prinsip ini, maka tugas guru dalam mengajar antara lain:
2.
Prinsip Motivasi
Motivasi berasal kata motive–motivation
yang berarti dorongan atau keinginan, baik datang dari dalam diri (instrinsik)
maupun dorongan dari luar diri seseorang (ekstrinsik). Motif atau biasa juga
disebut dorongan atau kebutuhan, merupakan suatu tenaga yang berada pada diri
individu atau siswa, yang mendorongnya untuk berbuat dalam mencapai suatu
tujuan. Beberapa cara untuk menumbuhkankembangkan
motivasi pada siswa adalah:
3. Prinsip Pengalaman (Experience)
Hubungan
antara belajar dan pengalaman akan mempengaruhi pola pikir peserta didik,
pengalaman melalui benda sebenarnya; Pengalaman melalui benda pengganti;
pengalaman melalui bahasa. Anak belajar dari tingkat pengamatan (persepsi) menuju ke tingkat pengertian (konsepsi). Perceptual Learning menuju Konceptual
learning. Klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling kongkrit
ke yang paling abstrak.
4. Prinsip Individualitas (Perbedaan
Individu)
Setiap manusia adalah individu yang mempunyai
kepribadian dan kejiwaan yang khas. Secara psikologis, prinsip perbedaan
individualitas sangat penting diperhatikan karena:
a. Setiap anak mempunyai sifat, bakat, dan
kemampuan yang berbeda
b. Setiap individu berbeda cara belajarnya
c. Setiap individu mempunyai minat khusus yang
berbeda
d. Setiap individu mempunyai latar belakang yang
berbeda
e. Setiap individu membutuhkan bimbingan khusus
dalam menerima pelajaran yang diajarkan guru sesuai dengan perbedaan individual
f. Setiap individu mempunyai irama pertumbuhan dan
perkembangan yang berbeda
Maksud dari irama pertumbuhan dan perkembangan
yang berbeda adalah bahwa siswa belajar dalam kelas dalam usia perkembangan.
Masing-masing siswa tidak sama perkembangannya, ada yang cepat ada yang lambat
maka guru harus bersabar dalam tugas pelayanan belajar pada anak didiknya.
5.
Prinsip Lingkungan
Lingkungan adalah sesuatu hal yang berada di luar
diri individu. Lingkungan pengajaran adalah segala hal yang mendukung
pengajaran itu sendiri yang dapat difungsikan sebagai sumber pengajaran atau
sumber belajar. Diantaranya; guru, buku, dan bahan pelajaran yang menjadi
sumber belajar.
6.
Prinsip Konsentrasi
Konsentrasi adalah pemusatan secara penuh terhadap
sesuatu yang sedang dikerjakan atau berlangsungnya suatu peristiwa. Konsentrasi
sangat penting dalam segala aktivitas, terutama aktivitas belajar mengajar.
7.
Prinsip Kebebasan
Prinsip kebebasan dalam pengajaran yang dimaksud
adalah kebebasan yang demokratis, yaitu kebebasan yang diberikan kepada peserta
didik dalam aturan dan disiplin tertentu. Dan disiplin merupakan suatu dimensi
kebebasan dalam proses penciptaan situasi pengajaran. Seorang guru dituntut
berusaha bagaimana menerapkan suatu metode mengajar yang dapat mengembangkan
dimensi-dimensi kebebasan self direction, self discipline,dan self
control.
8.
Prinsip Peragaan
Alat indera merupakan pintu gerbang pengetahuan.
Peragaan adalah menggunakan alat indera untuk mengamati, meneliti, dan memahami
sesuatu. Pemahaman yang mendalam akan lahir dari analisa yang komprehensif
sehingga menghasilkan gambaran yang lengkap tentang sesuatu.
Agar siswa dapat mengingat, menceritakan, dan
melaksanakan suatu pelajaran yang pernah diamati, diterima, atau dialami di
kelas, maka perlu didukung dengan peragaan-peragaan (media pengajaran) yang
bisa mengkonkritkan yang abstrak.
9.
Prinsip Kerjasama Dan Persaingan
Kerjasama dan persaingan adalah dua hal berbeda.
Namun dalam dunia pendidikan (prinsip pengajaran) keduanya bisa bernilai
positif selama dikelola dengan baik. Persaingan yang dimaksud bukan persaingan
untuk saling menjatuhkan dan yang lain direndahkan, tetapi persaingan yang
dimaksud adalah persaingan dalam kelompok belajar agar mencapai hasil yang
lebih tinggi tanpa menjatuhkan orang atau siswa lain.
10.
Prinsip Apersepsi
Apersepsi berasal dari kata ”Apperception”
berarti menyatupadukan dan mengasimilasikan suatu pengamatan dengan pengalaman
yang telah dimiliki. Atau kesadaran seseorang untuk
berasosiasi dengan kesan-kesan lama yang sudah dimiliki dibarengi dengan
pengolahan sehingga menjadi kesan yang luas. Kesan yang lama itu disebut bahan
apersepsi.
Apersepsi dalam pengajaran adalah menghubungan
pelajaran lama dengan pelajaran baru, sebagai batu loncatan sejauh mana anak
didik mengusai pelajaran lama sehingga dengan mudah menyerap pelajaran baru.
11.
Prinsip Korelasi
Korelasi yaitu menghubungkan pelajaran dengan
kehidupan anak atau dengan pelajaran lain sehingga pelajaran itu bermakna
baginya. Korelasi akan
melahirkan asosiasi dan apersepsi sehingga dapat membangkitkan minat siswa pada
pelajaran yang disampaikan.
12.
Prinsip Efisiensi dan Efektifitas
Prinsip efisiensi dan efektifitas maksudnya adalah
bagaimana guru menyajikan pelajaran tepat waktu, cermat, dan optimal. Alokasi
waktu yang telah dirancang tidak sia-sia begitu saja, seperti terlalu banyak
bergurau, memberi nasehat, dan sebagainya. Jadi semua aspek pengajaran (guru
dan peserta didik) menyadari bahwa pengajaran yang ada dalam kurikulum
mempunyai manfaat bagi siswa pada masa mendatang.
13.
Prinsip Globalitas
Prinsip global atau integritas adalah keseluruhan
yang menjadi titik awal pengajaran. Memulai materi pelajaran dari umum ke yang
khusus. Dari pengenalan sistem kepada elemen-elemen sistem. Pendapat ini
terkenal dengan Psikologi Gestalt bahwa totalitas lebih memberikan
sumbangan berharga dalam pengajaran.
14.
Prinsip Permainan dan Hiburan
Setiap individu atau peserta didik sangat
membutuhkan permainan dan hiburan apalagi setelah terjadi proses belajar
mengajar. Bila selama dalam kelas siswa diliputi suasana hening, sepi, dan
serius, akan membuat peserta didik cepat lelah, bosan, butuh istirahat,
rekreasi, dan semacamnya. Maka guru disarankan agar memberikan kesempatan
kepada anak didik bermain, menghibur diri, bergerak, berlari-lari, dan
sejenisnya untuk mengendorkan otaknya
- Tentang Pelaksanaan Pembelajaran
Dalam proses
pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga
seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut
adalah:
(1) pendekatan
pembelajaran,
(2) strategi
pembelajaran,
(3) metode pembelajaran;
(4) teknik
pembelajaran;
(5) taktik
pembelajaran; dan
(6) model
pembelajaran.
Berikut ini
akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan
kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.
Pendekatan pembelajaran dapat
diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang
sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan,
dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu.
Guru yang profesional tidak hanya menguasai sejumlah materi
pembelajaran, namun penguasaan pendekatan dan metode pembelajaran yang
tepat dan sesuai mutlak diperlukan. Untuk itu perlu kiranya para guru mampu
menggunakan pendekatan dan metode yang tepat agar pembelajaran aktif, inovatif,
kreatif, efektif dan menyenangkan.
1. Pendekatan
Konsep
Pada
pendekatan model ini siswa dibimbing memahami suatu bahasan dengan memahami
konsep-konsep yang terkandung didalamnya. Dalam proses pembelajaran tersebut
penguasaan konsep dan subkonsep yang menjadi sasaran utama pembelajaran.
Pendekatan ini kurang memperhatikan aspek student centre. Guru terlalu
dominan dan siswa membimbing untuk memahami konsep.
2.
Pendekatan Lingkungan
Penggunaan
pendekatan lingkungan berarti mengaitkan lingkungan dalam suatu proses belajar
mengajar. Lingkungan digunakan sebagai sumber belajar. Untuk memahami materi
yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari sering digunakan pendekatan
lingkungan.
3.
Pendekatan Inkuiri
Melakukan
pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri berarti membelajarkan siswa
untuk mengendalikan situasi yang dihadapi ketika berhubungan dengan dunia
fisik, yaitu dengan menggunakan teknik yang digunakan oleh para ahli penelitian
(Dettrick, G.W. 2001). Dalam pendekatan inkuiri berarti guru merencanakan
situasi sedemikian rupa sehingga siswa didorong untuk menggunakan prosedur yang
digunakan para ahli penelitian untuk mengenal masalah, mengajukan pertanyaan,
mengemukakan langkah-langkah penelitian, memberikan pemaparan yang ajeg,
membuat ramalan, dan penjelasan yang menunjang pengalaman.
4.
Pendekatan Proses
Pada
pendekatan proses, tujuan utama pembelajaran adalah mengembangkan kemampuan
siswa dalam keterampilan proses atau langkah-langkah ilmiah seperti melakukan
pengamatan, menafsirkan data, dan mengkomunikasikan hasil pengamatan.
5.
Pendekatan Interaktif
Dikenal juga
sebagai pendekatan pertanyaan anak, memberi kesempatan pada siswa untuk
mengajukan pertanyaan untuk kemudian melakukan penyelidikan yang berkaitan
dengan pertanyaan yang mereka ajukan.
6.
Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan
pemecahan masalah berangkat dari masalah yang harus dipecahkan melalui
praktikum atau pengamatan. Dalam pendekatan pemecahan masalah ini ada dua
versi. Versi yang pertama siswa dapat saja menerima saran tentang prosedur yang
digunakan, cara mengumpulkan data, menyusun data, dan menyusun serangkaian
pertanyaan yang mengarah ke pemecahan masalah. Dalam versi kedua, hanya masalah
yang dimunculkan, siswa yang merancang pemecahannya sendiri. Guru berperan
hanya dalam menyediakan bahan dan membantu memberi pentunjuk.
7.
Pendekatan Sains Teknologi dan Masyarakat (STM)
Dalam rangka
mewujudkan sekolah sebagai bagian dari masyarakat telah dikembangkan bahan
kajian pengajaran sains dalam bentuk Sains, Teknologi, dan Masyarakat (S-T-M)
(Depdikbud, 1992). STM ini merupakan peng-Indonesiaan dari Science,
Technlogy and Society. Dalam pengajaran sains siswa tidak hanya
mempelajari konsep-konsep sains, tetapi juga diperkenalkan pada aspek
teknologi, dan bagaimana teknologi itu berperan di masyarakat (Depdikbud,
1992).
8.
Pendekatan Kontruktifisme
yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas
melalui kontruks pengetahuan. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta,
konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus
mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar mengajar.
Siswa menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Dalam pandangan konstruktivis ini,
strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa
memperoleh dan mengingat pengetahuan.
9.
Pendekatan Kontekstual
konsep belajar
yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga
dan masyarakat. Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna
bagi siswa dan mampu memberikan tambahan motivasi dalam belajar. Proses
pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan
mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa.
10.
Pendekatan Terpadu (Integrated Approach)
Pendekatan ini
merupakan pendekatan yang intinya memadukan dua unsure atau lebih dalam suatu
kegiatan pembelajaran. Unsure pembelajaran yang dipadukan dapat berupa konsep
dengan proses, konsep dari satu mata pelajaran dengan konsep mata pelajaran
lain, atau dapat juga berupa penggabungan suatu metode dengan metode lain.
Strategi pembelajaran Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun,
2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu:
1. Mengidentifikasi
dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target)
yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang
memerlukannya.
2. Mempertimbangkan
dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk
mencapai sasaran.
3. Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal
sampai dengan sasaran.
4. Mempertimbangkan
dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk
mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.
Jika kita terapkan dalam
konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
1. Menetapkan
spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku
dan pribadi peserta didik.
2. Mempertimbangkan
dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
3. Mempertimbangkan
dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.
4. Menetapkan
norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku
keberhasilan.
Sementara itu,
Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan
pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien. Selanjutnya, dengan
mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam
strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi
pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan
diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran. Dilihat dari strateginya,
pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu: (1) exposition-discovery
learning dan (2) group-individual learning (Rowntree
dalam Wina Senjaya, 2008). Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya,
strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan
strategi pembelajaran deduktif.
Metode Pembelajaran dapat diartikan
sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:
1.
Metode Ceramah
Metode ceramah
adalah metode penyampaian bahan pelajaran secara lisan. Metode ini banyak
dipilih guru karena mudah dilaksanakan dan tidak membutuhkan alat bantu khusus
serta tidak perlu merancang kegiatan siswa.
2. Metode
Tanya Jawab
Dalam tanya
jawab, pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan sudah direncanakan sebelumnya.
Perencanaan pertanyaan dapat berdasarkan pada konsep yang ingin diperoleh atau
dipahami siswa.
3. Metode
Diskusi
Metode diskusi
adalah cara pembelajaran dengan memunculkan masalah. Metode diskusi ini sering
dipertukarkan dalam penggunaannya dengan metode tanya jawab. Dalam diskusi
dapat saja muncul pertanyaan, tetapi pertanyaan tersebut tidak direncanakan
terlebih dahulu. Dalam diskusi terjadi menukar gagasan atau pendapat untuk
memperoleh kesamaan pendapat.
4. Metode
Kooperatif
Pada belajar
kooperatif ini siswa berada dalam kelompok kecil dengan anggota sebanyak
4-5 orang. Dalam belajar secara kooperatif ini terjadi interaksi antara anggota
kelompok. Semua anggota harus turut terlibat karena keberhasilan kelompok di
tunjang oleh aktivitas anggotanya, sehingga anggota kelompok saling membantu.
Metode ini sering digunakan dalam kegiatan praktikum dan diskusi.
5. Metode
Demonstrasi
Metode
demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memeragakan suatu proses
kejadian. Peragaan suatu proses dapat dilakukan oleh guru sendiri atau dibantu
beberapa siswa, dapat pula dilakukan oleh sekelompok siswa. Metode ini dapat
membantu pelajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkrit, sehingga diharapkan
siswa menjadi lebih mudah memahami.
6. Metode
Karyawisata/Widyawisata
Metode
karyawisata/widyawisata adalah cara penyajian dengan membawa siswa mempelajari
materi pelajaran di luar kelas. Widyawisata ini suatu kunjungan yang
direncanakan kepada suatu objek tertentu untuk dipelajari atau untuk memperoleh
informasi yang diperlukan. Karyawisata dapat dilakukan di sekitar sekolah atau
ditempat lain. Kegiatan belajar di luar kelas ini mungkin dipimpin oleh guru
sendiri, atau oleh pembimbing lain seperti petugas lapangan di kebun raya,
museum, dan sebagainya.
7. Metode
Penugasan
Pembelajaran
dengan menggunakan metode penugasan berarti guru memberi tugas tertentu agar
siswa melakukan kegiatan belajar. Tugas yang diberikan guru dapat berupa
masalah yang harus dipecahkan dan prosedurnya tidak diberitahukan. Metode
penugasan ini dapat mengembangkan kemandirian siswa, merangsang untuk belajar
lebih banyak, membina disiplin dan tanggung jawab siswa, dan membina kebiasaan
mencari dan mengolah sendiri informasi. Kekurangan metode ini terletak pada
sulitnya mengawasi mengenai kemungkinan siswa tidak bekerja secara mandiri.
8. Metode
Eksperimen
Metode
eksperimen adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan percobaan. Dengan
melakukan eksperimen berarti siswa melakukan kegiatan yang mencakup
pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan membanding atau kontrol, dan
penggunaan alat-alat praktikum. Dalam proses belajar mengajar dengan metode
eksperimen ini siswa diberi kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan
sendiri.
9. Metode
Bermain Peran
Pembelajaran
dengan metode bermain peran adalah pembelajaran dengan cara seolah-olah berada
dalam suatu situasi untuk memperoleh suatu pemahaman tentang suatu konsep.
10. Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Metode pemecahan masalah (problem
solving) adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan
melatih siswa menghadapi berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau
perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara
bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang
pada dasarnya adalah pemecahan masalah.
Teknik pembelajaran
dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan
suatu metode secara spesifik. Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas
dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang
tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas
yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi,
perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif
dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti
teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.
Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam
melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual.
Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi
mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya. Dalam penyajiannya,
yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki
sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense
of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia
memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan tampak
keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan,
pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini,
pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)
Apabila antara pendekatan, strategi,
metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu
kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model
pembelajaran. Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk
pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas
oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai
dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.
Berkenaan dengan model pembelajaran,
Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A. Benyamin Surasega, 1990)
mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu: (1) model
interaksi sosial; (2) model pengolahan informasi; (3) model
personal-humanistik; dan (4) model modifikasi tingkah laku. Kendati demikian,
seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan
strategi pembelajaran.
Untuk lebih jelasnya, posisi
hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan
sebagai berikut:
Di luar istilah-istilah tersebut,
dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran.
Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum
aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada
cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah
ditetapkan strategi pembelajaran tertentu. Jika dianalogikan dengan pembuatan
rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah
yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya),
masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan
desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun
beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya,
maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap awal sampai dengan tahap
akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun, dengan kata lain
desain adalah scenario pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas, bahwa
untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut
dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan
berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana
diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
Mencermati upaya reformasi
pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru
saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang
kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun
penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya.
Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar
pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran
sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara
kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas,
sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya
akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang
tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.
Beberapa model pembelajaran:
Model-model pembelajaran di atas
sebagai contoh yang pada pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi
sehingga memungkinkan pembelajaran yang aktif
kreatif efektif dan menyenangkan. Pada dasarnya model-model tersebut bisa
dikembangkan tergantung kreatifitas dan kemampuan guru dalam melaksanakan
inovasi pembelajaran. Bahkan seorang guru sangat mungkin membuat sebuah model
pembelajaran baru yang lebih inovatif sesuai dengan keragaman siswa, situasi
dan kondisi sekolah, perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan realistis.
- Pengembangan Kurikulum
Kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang
pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah
berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi serta panduan penyusunan kurikulum yang dibuat oleh
BSNP. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut.
a. Berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip
bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian
tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan
lingkungan.
b.
Beragam dan terpadu
Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan
jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat
istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi
komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara
terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan
tepat antar substansi.
c. Tanggap
terhadap perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni
Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan
isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara
tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
d.
Relevan
dengan kebutuhan kehidupan
Pengembangan
kurikulum dilakukan dengan melibatkan
pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan
dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan
pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan
akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.
e.
Menyeluruh dan berkesinambungan
Substansi kurikulum mencakup keseluruhan
dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan
dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.
f. Belajar
sepanjang hayat
Kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal,
nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan
yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.
g. Seimbang antara
kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Kurikulum dikembangkan dengan
memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan
kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pelaksanaan Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum di setiap satuan pendidikan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pelaksanaan kurikulum didasarkan
pada potensi, perkembangan dan kondisi peserta didik untuk menguasai kompetensi
yang berguna bagi dirinya. Dalam hal ini peserta didik harus mendapatkan
pelayanan pendidikan yang bermutu, serta memperoleh kesempatan untuk
mengekspresikan dirinya secara bebas, dinamis dan menyenangkan.
b. Kurikulum dilaksanakan dengan
menegakkan kelima pilar belajar, yaitu: (a) belajar untuk beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, (b) belajar untuk memahami dan menghayati, (c)
belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, (d) belajar untuk
hidup bersama dan berguna bagi orang lain, dan (e) belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,
dan menyenangkan.
c. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan
peserta didik mendapat pelayanan yang bersifat perbaikan, pengayaan, dan/atau
percepatan sesuai dengan potensi, tahap perkembangan, dan kondisi peserta didik
dengan tetap memperhatikan keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang
berdimensi ke-Tuhanan, keindividuan, kesosialan, dan moral.
d. Kurikulum dilaksanakan dalam
suasana hubungan peserta didik dan pendidik yang saling menerima dan
menghargai, akrab, terbuka, dan hangat, dengan prinsip tut wuri handayani,
ing madia mangun karsa, ing ngarsa sung tulada (di belakang memberikan daya
dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan prakarsa, di depan memberikan
contoh dan teladan).
e. Kurikulum dilaksanakan dengan
menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan
teknologi yang memadai, dan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber
belajar, dengan prinsip alam takambang
jadi guru (semua yang terjadi, tergelar dan berkembang di masyarakat dan
lingkungan sekitar serta lingkungan alam semesta dijadikan sumber belajar,
contoh dan teladan).
f. Kurikulum dilaksanakan dengan
mendayagunakan kondisi alam, sosial dan budaya serta kekayaan daerah untuk
keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh bahan kajian secara optimal.
Kurikulum yang mencakup seluruh
komponen kompetensi mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri
diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan, dan kesinambungan yang cocok
dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang pendidikan.
- Prinsip-prinsip Penyusunan RPP
1. Ilmiah
Keseluruhan materi dan kegiatan yang
menjadi muatan dalam silabus harus benar dan dapat dipertangungjawabkan secara
keilmuan.
2. Relevan
Cakupan, kedalaman, tingkat kesukaran, dan
urutan penyajian materi dalam silabus sesuai dengan tingkat perkembangan fisik,
intelektual, sosial, emosional, dan spiritual peserta didik.
3. Sistematis
Komponen-komponen silabus saling
berhubungan secara fungsional dalam mencapai kompetensi.
4. Konsisten
Ada hubungan yang konsisten (ajeg, taat
asas) antara kompetensi dasar, indikator, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian.
5. Memadai
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, sumber belajar, dan sistem penilaian cukup untuk
menunjang pencapain kompetensi dasar.
6. Aktual dan Kontekstual
Cakupan indikator, materi pokok/pembelajaran,
kegiatan pembelajaran, dan sistem penilaian memperhatikan perkembangan ilmu,
teknologi, dan seni mutakhir dalam kehidupan nyata, dan peristiwa yang terjadi.
7. Fleksibel
Keseluruhan komponen silabus dapat mengakomodasi
variasi peserta didik, pendidikan, serta dinamika perubahan yang terjadi di
sekolah dan tuntutan masyarakat.
Sementara itu, materi ajar ditentukan berdasarkan dan atau memperhatikan
kultur daerah masing-masing. Hal ini
dimaksudkan agar kehidupan peserta didik tidak tercerabut dari lingkungannya.
8. Menyeluruh
Komponen silabus mencakup keseluruhan ranah
kompetensi (kognitif, afektif, psikomotor).
- Media Pembelajaran
Sumber
belajar pada dasarnya adalah suatu system yang terdiri dari sekumpulan
bahan/situasi yang dikumpulkan secara sengaja dan dibuat agar memungkinkan
siswa belajar. Sumber belajar dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1.
Orang (people),
Siswa atau peserta latihan sendiri, petugas perpustakaan, kepala sekolah,
tutor, guru, tokoh masyarakat atau orang yang memiliki keahlian dan ketrampilan
tertentu, semua itu termasuk sumber belajar. (Siapa yang menyampaikan?)
2.
Pesan (message),
yaitu ajaran, informasi, ide, fakta, pengertian atau pun data, yang akan
dipelajari atau diterima siswa/peserta latihan. Bidang studi, cerita rakyat,
dongeng, nasihat atau materi-materi latihan. (apa yang disampaikan?)
3.
Bahan
(Materials), Didalamnya terkandung pesan-pesan yang perlu disajikan baik
dengan bantuan alat penyaji maupun tanpa alat penyaji. Contoh buku, modul,
majalah. (dengan apa disampaikan?)
4.
Alat (Device),
bisa disebut dengan istilah hardware, digunakan untuk menyajikan pesan
(software). Contohnya proyektor film, OHV, Video, TV, In-focus dll. (dengan apa
disampaikan?)
5.
teknik
(Technique), yaitu prosedur rutin atau acuan yang disiapkan untuk
menggunakan alat, bahan orang dan lingkungan untuk menyajikan pesan. Misal
teknik demonstrasi, kuliah, ceramah, Tanya jawab, observasi, studi kasus dll.
(Bagaimana menyampaikan?)
6.
Lingkungan (setting), yang memungkinkan siswa
belajar. Missal gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, museum, taman,
kebun binatang, rumah sakit, pabrik dan tempat-tempat lain baik yang sengaja
dirancang untuk tujuan belajar siswa atau yang dirancang untuk tujuan lain
tetapi kita manfaatkan untuk belajar. (dimana menyampaikan?)
Ragam sumber belajar dan klasifikasinya bersifat dinamis sesuai dengan
factor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
a.
Perkembangan teknologi
b.
Nilai-nilai budaya setempat
c.
Keadaan ekonomi mikro dan makro
d.
Karakteristik pemakai
Sumber, Bahan
dan alat tersebut kita kenal dengan istilah perangkat lunak (Software, pesan, teknik) dan perangkat
keras (hardware, bahan, alat, orang,
lingkungan) inilah yang akan kita pelajari sebagai Media Pembelajaran.
Kata media berasal dari bahasa
latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti
perantara atau pengantar. Media dapat diartikan perantara atau pengantar pesan
dari pengirim ke penerima.
Beberapa
pengertian tentang Media Pembelajaran
Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association and Communication Tecnology/AECT), media sebagai segala
bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi.
Gagne (1970), media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar.
Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang
dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar.
Asosiasi Pendidikan Nasional (National
Education Association/NEA), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik
tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat
dimanipiluasi, dapat dilihat, didengan dan dibaca.
Oemar H. Malik mendefinisikan media sebagai teknik yang digunakanan
dalam rangka mengefektifkan komunikasi antara guru dan murid dalam proses
pendidikan dan pengajaran di sekolah.
Dari beberapa
definisi Media dapat kita ambil kesimpulan yaitu bahwa: Media Pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan dari pengirim sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses
belajar terjadi.
Perkembangan
Media Pembelajaran
Kalau kita lihat perkembangannya, pada mulanya media pembelajaran hanya
dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching
aids), berupa alat Bantu visual berupa gambar, model, objek dan alat-alat
yang dapat memberikan pengalaman kongkrit, motivasi belajar serta mempertinggi
daya serap dan retensi belajar siswa. Hal ini terlalu memusatkan perhatian pada
alat Bantu visual yang dipakainya, namun
kurang memperhatikan aspek desain desain, pengembangan pembelajaran dan
evaluasi.
Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pertengahan abad ke-20 alat
visual untuk mengkongkritkan ajaran ini dilengkapi dengan digunakannya alat
audio sehingga kita kenal sekarang audio
visual aids (AVA).
Dengan AVA peralatan guru yang digunakan untuk menyampaikan pesan ajaran
kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme
yang masih mungkin terjadi kalau hanya digunakan alat Bantu visual belaka.
Pada Tahun 1950 teori komunikasi mulai mempengaruhi alat Bantu audio
visual, sehingga selain sebagai alat Bantu, media juga berfungsi sebagai
penyalur pesan atau informasi belajar. Teori komunikasi penting dalam
penggunaan media untuk kegiatan program-program pembelajaran.
Tahun 1960-1965 teori tingkah laku (Teori BF Skinner) mulai mempengaruhi
penggunaan media pembelajaran. Teori tingkah laku (Behaviorsm theory) mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa,
perubahan ini harus tertanam dalam diri siswa menjadi adat kebiasaan, maka
setiap ada perubahan positif kearah tujuan yang dikehendaki harus diberi penguatan (reinforcement). Teori ini mendorong diciptakannya media yang dapat
mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media pembelajaran
yang terkenal dari teori ini adalah teaching
machine dan programmed instruction.
Pada Tahun 1965-1970 Pendekatan sistem (System approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan
pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan sistem
ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program
pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis
dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pembelajaran direncanakan
berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perbuatan
tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanaan
ini, media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah dipertimbangkan dan
ditentukan secara seksama.
Dari berbagai pengalaman belajar dan mengajar, maka cara belajar siswa
memang berbeda-beda, ada yang lebih cepat melalui media visual ada pula yang
melalui audio, ada yang lebih senang media cetak, audio visual dan sebagainya.
Dari pengalaman inilah maka akhir abad ke-20, Seiring dengan perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi yang sangat cepat, berbagai perubahan dalam
masyarakat yang semakin terbuka dan memiliki kompetisi tinggi, menuntut
peningkatan kualitas pendidikan. Munculah peralatan pembelajaran yang merangkum
berbagai media dalam satu software dan hardware yang memberikan kemudahan untuk
menggabungkan gambar, video, fotografi, grafik, animasi , suara teks, dan data
sehingga memungkinkan pembelajaran interaktif yang kita kenal dengan multimedia.
Fungsi Media Pembelajaran:
a. Memperjelas;
mempelajari sesuatu baik benda maupun situasi terkadang sulit untuk diamati
secara langsung oleh mata, dalam hal ini media dapat memperjelas benda/situasi
tersebut missal benda yang sangat kecil bias lebih diperbesar.
b. Penyajian;
terkadang banyak hal yang harus dipelajari oleh siswa namun tempatnya jauh atau
sulit untuk dihadirkan, seperti gunung, bulan atau kejadian. Dengan media dapat
disajikan baik melalui gambar atau rekaman.
c. Penyamaan
persepsi; media pembelajaran dapat memberikan materi kepada jumlah yang besar
mahasiswa pada waktu yang sama, sehingga dapat secara sekaligus dan memberikan
pemahaman yang sama; seperti halnya buku pelajaran (bacaan), atau program
Televisi dan radio pada Universitas Terbuka.
d. Motivasi;
penggunaan media pembelajaran dapat meningkatkan daya tarik siswa, seperti
penggunaan gambar berwarna, film yang menarik, variasi pembelajaran, sehingga
pembelajaran tidak membosankan.
e. Pembelajaran
lebih sistematis; dengan menggunakan media tentunya pembelajarantelbih dahulu
direncanakan dengan persiapan-persiapan sebelum mengajar, sehingga urutan dalam
proses pembelajaran akan lebih sistematis.
7. Penilaian
Penilaian (Assessment)
adalah penentuan harga melalui proses yang sistematis dari pengumpulan,
analisis dan interpretasi data/informasi untuk menggambarkan perkembangan
belajar siswa. Penilaian bersifat komprehensif yang meliputi pengukuran dengan
menggunakan alat ukurnya yaitu tes ataupun non tes.
Unsur pokok
dalam penilaian adalah :
(1) objek
yang akan dinilai,
(2) kriteria
sebagai tolak ukur,
(3)
data/informasi tentang objek yang dinilai dan
(4)
pertimbangan keputusan (judgement).
Penilaian
pada hakikatnya pemberian keputusan (value judgement) yang berdasarkan
hasil pengukuran (quantitative description) dan hasil pengamatan
(qualitative description) sehingga menghasilkan keputusan nilai
terhadap perkembangan siswa.
Perkembangan
siswa merupakan hasil dari usaha belajar yang nampak dalam bentuk perubahan
tingkah laku, baik secara subtanstif (terkait dengan mata pelajaran), maupun
secara komprehensif (perubahan prilaku yang menyeluruh). Perubahan siswa ada
yang langsung dapat diamati dan ada yang tidak langsung, ada jangka pendek dan
jangka panjang. Dengan demikian penilaian hanya mampu mengungkap sebagian
perubahan tingkah laku siswa dari hasil belajar. Adapun aspek dalam penilaian
adalah : (1) Kognitif, (2) Afektif dan (3) Psikomotorik.
Penilaian Berbasis Kelas
Penilaian
berbasis kelas adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan, pelaporan dan
penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan
prinsip-prinsip penilaian, pelaksanan berkelanjutan, bukti-bukti otentik,
akurat dan konsisten sebagai akutabilitas publik. Penilaian berbasis kelas
mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar siswa yang dikemukakan
melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang harus dan telah dicapai
disertai dengan peta kemajuan belajar siswa.
Kegiatan
penilaian berbasis kelas mencakup : (1) pengumpulan informasi tentang
pencapaian belajar siswa dan (2) pembuatan keputusan tentang hasil belajar
siswa. Dengan demikian, maka penilaian berbais kelas dilakukan secara terpadu
dalam proses pembelajaran.
Pengumpulan
informasi dilakukan secara fleksibel yaitu dapat dilakukan dalam suasana resmi
maupun tidak resmi, di dalam maupun di luar kelas, menggunakan waktu khusus
untuk penilaian aspek sikap dengan tes atau non tes maupun terintegrasi dalam
seluruh kegiatan belajar mengajar.
Informasi tentang hasil belajar siswa harus memadai, sehingga dapat
mempermudah dalam pengambilan keputusan
tentang prestasi siswa dan mampu memberikan jawaban terhadap pertanyaan
berikut:
·
Apakah siswa telah mencapai tujuan pembelajaran
seperti yang ditetapkan dalam Kompetensi dasar dan indikator?
·
Apakah siswa telah memenuhi syarat untuk maju ke
tingkat selanjutnya?
·
Apakah siswa haruis mengulang bagian-bagian
tertentu?
·
Apakah siswa perlu memperoleh cara lain sebagai
pendalaman?
·
Apakah siswa perlu menerima pengayaan serta
pengayaan apa yang diperlukan?
·
Apakah perbaikan dan pendalaman program atau kegiatan
pembelajaran, pemilihan bahan atau buku ajar, dan penyusunan silabus telah
memadai?
Tujuan Penilaian
Berbasis Kelas:
·
Informasi tentang kemajuan hasil belajar siswa
·
Membina kegiatan belajar lebih lanjut
·
Mengetahui tingkat kemampuan siswa, menetapkan
tingkat kesulitan/kemudahan untuk remedial atau pengayaan
·
Motivasi belajr siswa untuk melakukan perbaikan
·
Membantu pertumbuhan secara efektif menjadi
anggota masyarakat dan pribadi yang utuh
·
Bimbingan yang tepat sesuai dengan keterampilan,
minat dan kemampuannya.
Fungsi
Penilaian Berbasis kelas:
Bagi
siswa :
·
Untuk mewujudkan dirinya dengan mengubah atau
mengembangkan perilaku ke arah yang lebih baik dan maju
·
Mendapat kepuasan atas hasil pekerjaannya
Bagi
Guru:
·
Untuk menetapkan metode mengajar yang tepat dan
memadai
·
Pertimbangan dan keputusan administrasi
Prinsip-prinsip
penilaian berbasis kelas:
·
Valid, mengukur apa yang hendak diukur
dengan alat yang dapat dipercaya, tepat dan sahih.
·
Mendidik, mampu memberikan sumbangan
positif terhadap pencapaian belajar siswa.
·
Berorientasi pada kompetensi, menilai
pencapaian kompetensi dasar yang dimaksud dalam kurikulum.
·
Adil dan objektif, tidak membedakan latar
belakang siswa yang tidak berkaitan dengan penilaian, dan sesuai dengan hasil belajar.
·
Terbuka, keberhasilan siswa jelas bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
·
Berkesinambungan, pelaksanaan terencana,
bertahap, teratur, terus menerus dan untuk menggambarkan tentang perkembangan
kemajuan hasil belajar siswa sebagai bagian yang integral dengan proses
pembelajaran. Penilaian berkelanjutan dapat dilaksanakan melalui Ujian sistem
Blok yang terdiri dari satu KD atau lebih. Hasilnya ditindaklanjuti dengan
remedial dan pengayaan.
·
Menyeluruh, mencakup aspek kognitif,
afektif dan psikomotor melalui berbagai teknik dan prosedur penilaian dan bukti
hasil belajar siswa.
·
Bermakna, mudah dipahami dan dapat
ditindaklanjuti oleh pihak yang berkepentingan.
Penilaian
Otentik (Authentic Assessment)
Penilaian
otentik adalah proses pengumpulan informasi oleh guru tentang perkembangan dan
pencapaian pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik melalui berbagai
teknik yang mampu mengungkapkan, membuktikan dan menunjukkan secara tepat bahwa
kompetensi dasar telah benar-benar dikuasai dan dicapai.
Tujuan penilaian otentik adalah:
(1) menilai kemampuan individual melalui tugas
tertentu,
(2) menentukan kebutuhan pembelajaran,
(3) membantu dan mendorong siswa,
(4) membantu dan mendorong siswa untuk mengajar lebih
baik,
(5) menentukan strategi pembelajaran,
(6) akuntabilitas lembaga, dan
(7) meningkatkan kualitas pendidikan.
Karakteristik penilaian otentik yaitu:
(1) penilaian merupakan bagian dariproses
pembe;ajaran,
(2) mencerminkan hasil proses belajar pada kehidupan
nyata,
(3) instrumen, pengukuran dan metode yang sesuai
dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar
(4) bersipat konprehensif dan holistik.
Manfaat
Penilaian
Penilaian
berbasis kelas yang tepat dan sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian, serta
berdasarkan informasi yang lengkap akan bermanfaat:
·
Umpan balik siswa untuk mengetahuii kelemahan
dan kelebihan yang akan menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil
belajarnya.
·
Memantau kemajuan dan mendiagnosis kemampuan
belajar siswa.
·
Umpan balik untuk perbaikan program
pembelajaran.
·
Memungkinkan siswa mencapai kompetensi dasar
yang diharapkan meskipun kecepatan belajar yang berbeda-beda.
·
Informasi yang komunikatif kepada masyarakat
untuk dapat meningkatkan partisipasinya terhadap pendidikan.
·
Prediksi masa depan siswa tentang aspek, minat,
kemampuan, bakat melalui indikator keunggulannya.
- Kode Etik Guru
Guru
Indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian terhadap Tuhan
Yang Maha Esa, Bangsa, dan Negara serta pada kemanusiaan pada umumnya. Guru
Indonesia yang berjiwa Pancasila dan setia pada UUD 1945, turut bertanggung
jawab atas terwujudnya cita-cita proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia 17
Agustus 1945, oleh kerena itu, Guru Indonesia terpangil untuk menunaikan
karyanya dengan memedomani dasar-dasar sebagai berikut:
1.
Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk
membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
a.
Guru menghormati hak individu dan kepribadian anak
didiknya masing-masing
b.
Guru berusaha mensusseskan pendidikan yang serasi
(jasmaniyah dan rohaniyah) bagi anak didiknya
c.
Guru harus menghayati dan mengamalkan pancasila
d.
Guru dengan bersunguh-sunguh mengintensifkan Pendidikan
Moral Pancasila bagi anak didiknya
e.
Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan
membina daya krasai anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang
membangun
f.
Guru membantu sekolah didalam usaha menanamkan
pengetahuan keterampilan kepada anak didik.
2.
Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan
kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
a.
Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan
kebutuhan anak didiknya masing-masing
b.
Guru hendaknya luwes didalam menerapkan kurikulum
sesuai dengan klebutuhan anak didik masing-masing
c.
Guru memberi pelajaran di dalam dan di luar sekolah
berdasarkan kurikulum tanpa membeda-bedakan Janis dan posisi orang tua muridnya
3.
Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh
informasi tentang anak didik,. Tetapi menghindarkan diri dari segtsala bentuk
penyalah gunaan
a.
Komunikasi Guru dan anak didik didalam dan diluar
sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang
b.
Untuk berhasilnya pendidikan, maka Guru harus
mengetahui kepribadian anak dan latar belakangt keluarganya masing-masing.
c.
Komunikasi Guru ini hanya diadakan semata-mata untuk
kepentingan pendidikan anak didik
4.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan
memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi
kepentingan anak didik
a.
Guru menciptakan suasana kehidupan sekol;ah sehingga
anak didik betah berada dan belajar di sekolah
b.
Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid
sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbale balik untuk kepentingan
anak didik
c.
Guru senantiasa menerima dengan lapang dada setiap
kritik membangun yang disampaikan orang tua murid/ masyarakat terhadap
kehidupan sekolahnya.
d.
Pertemuan dengan orang tua murid harus diadakan secara
teratur
5.
Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat
disekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan
pendidikan
a.
Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi
keguruan
b.
Guru turut menyebarkan program-progaram pendidikan dan
lkebudayaan kepada masyarakat seketernya, sehingga sekolah tersebut turut
berfubgsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan
ditempat itu
c.
Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi
sebagai unsur pembaru bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
d.
Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya didalam
berbagai aktifitas
e.
Guru menusahakan terciptanya kerjasama yang
sebaik-bainya antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan
usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tangung jawab
nersama antara pemerintah, orang t5ua murid dan masyarakat.
6.
Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama
mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
a.
Guru melanjutkan setudinya dengan :
·
Membaca buku-buku
·
Mengikuti loka karya, seminar, gterakan
koperasi, dan pertemuan-pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya
·
Mengikuti penataran
·
Mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian
b.
Guru selalu bicara, bersikap dan bertindak sesuai
dengan martabat profesinya,
7.
Guru menciptakan dan memelihara hubungan antara sesame
guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
a.
Guru senantiasa saling bertukar informasi pendapat,
salung menasehatri dan Bantu-membantu satu sama lainnya, baik dalam hubungan
kepentingan pribadi maupun dalam menuaikan tugas profgesinya
b.
Guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan
nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara
keseluruhan maupun secara pribadi
8.
Guru secara bersama-sama memelihara, membina, dan
meningkatkan organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
a.
Guru menjadi anggota dan membantu organisasi Guru yang
bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya
b.
Guru senantiasa berusaha bagi peningkatan persatuan
diantara sesame pengabdi pendidikan
c.
Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari
sikap-sikap ucapan, dan tindakan yag merugikan organisasi
9.
Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan
a.
Guru senantiasa tunduk terhadap kebijaksanaan dan
ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan
b.
Guru melakukan tugas profesinya dengan disiplin dan
rasa pengabdian
c.
Guru berusaha membantu menyebarkan kebijak sanaan dan program
pemerintah dalam bidang pendidikan kepada orang tua murid dan masyarakat
sekitarnya
d.
Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan
pendidikan dilingkungan atau didaerahnya sebaik-baiknya.
Referensi:
Arief S. Sadiman, M.Sc., DR. dkk, Media
Pendidikan, Raja Grapindo Persada, Jakarta, 1996.
Barbara B. Seels, Rita C. Richey, Intructional
Tecnology : The Definition and Domains of the Field, AECT, Washington,
1994.
Bobbi DePorter, etc, Quantum
Teaching: Orchestrating Student Succes, Allyn and Bacon, Boston, 1999.
Ditjen PMPTK, Bahan Belajar
Mandiri Model Bermutu, Jakarta, 2008.
Ella Yulaelawati, MA., Ph.D., Kurikulum
dan Pembelajaran, Pakar Raya, Jakarta, 2004
Made Pidarta., DR. Landasan
Kependidikan, Rineka Cipta, Jakarta, 1997;
Munir, M.IT., DR., Kurikulum
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Alfabeta, Bandung, 2008;
Peraturan
Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan
Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi
Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah.
Permendiknas Nomor 23 tahun 2006 tentang Standar
Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah
Permendiknas Nomor 16 tahun 2007 tentang Standar
Kualifikasi Akademik Dan Kompetensi Guru
Permendiknas
No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan
Ratna Wilis Dahar, DR., Teori-Teori
Belajar, Erlangga, Jakarta, 1989.
Singgih D. Gunarsa, DR., Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja, Gunung Mulia, Jakarta, 1991
Suharsimi Arikunto., DR., Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan, Bumi Aksara, 2007
Uyoh Sadulloh, MPd., Pengantar
Filsafat Pendidikan, Alfabeta, Bandung, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Ditunggu comentnya..khusus buat para alumni dan buat semuanya